Minggu, 29 Juli 2012

cerita dewasa | Cerita Mesum | Keindahan Dan Kenikmatan

 Aku adalah seorang pria single fighter, sebenarnya statusku saat ini adalah seorang duda. Aku mengaku seorang pria single fighter dikarenakan aku sekarang sudah tidak beristri lagi. Aku dahulu seorang suami yang sangat bahagia karena aku mempunyai seorang istri yang cantik dan begitu sayang kepadaku. Di istanaku saat itu tinggal aku, istriku, ibu mertuaku dan seorang pembantu perempuan. Sebelum aku menceritakan kisah dilema mahligai rumah tanggaku, aku ingin menceritakan tentang pengalamanku dengan sekretarisku. Sebut saja namaku Hendi, usiaku saat ini baru menginjak 28 tahun. Profesiku Presiden Direktur, tentu saja di perusahaanku sendiri. Aku tinggal di perumahan Kelapa Gading.

Pada suatu ketika perusahaanku mengadakan acara liburan untuk karyawan, acara ini selalu rutin dilakukan untuk menambah gairah kerja para karyawanku. Karena aku boss di perusahaan tersebut aku harus ikut, sedangkan istriku pada saat itu sedang ada halangan katanya sih ada urusan keluarga. Jadi aku memutuskan untuk pergi sendiri.

Aku mempunyai sekretaris Sari namanya, aku merasa bahwa aku harus memilikinya. Kalau di kantor dia selalu mencoba bertingkah genit dari kerling matanya itu atau dari caranya berpakaian, dari situ aku tahu kalau dia suka padaku. Seperti biasanya aku pulang memang agak sore, Sari sudah gelisah ingin pamit pulang tapi aku masih saja berkutat dengan laporanku.

“Sari kalo udah mau pulang duluan aja, nggak pa-pa kok, sekarang udah jam 5 lewat 20, entar ketinggalan kereta lho lagian udah mendung kalo hujan kan entar kebasahan”, kataku sambil tersenyum.
“Iya Pak”, sambil berkemas dan secara tidak sengaja pulpennya jatuh dan dia memungutnya, otomatis dari posisi duduk dia berputar, roknya tersingkap dan secara tidak sengaja aku melihatnya, wah memang benar terawat sampai ke ujung pahanya begitu pula dengan dengan segitiganya yang berwarna putih. Sambil memungut pulpen dia nunduk dan serta merta dia menutup bajunya yang otomatis terlihat kalau nunduk.
“Sar, lain kali pake bajunya yang ketutup aja biar nggak repot”, kataku.
“Nggak enak Pak, saya justru nggak seneng pake baju yang kerahnya terlalu tertutup”, katanya sambil tersenyum, karena dia tahu maksudku ngomong seperti itu. Tak lama kemudian Sari pergi, dan aku terus bekerja.

Sari memang betul-betul merupakan wanita ideal di benakku. Ia bertubuh tinggi, dengan pinggul yang indah dan pantat menjungkit seperti penari Bali. Aku ingat pengalaman pertama bercinta dengannya. Dan kesempatan pun tiba pada acara tahunan tersebut, saat acara sudah hampir selesai, kuajak Sari keluar dari ruangan itu.
“Sar, temenin Bapak keluar jalan-jalan yuk?” Ajakku.
“Iya Pak, Sari juga sudah sumpek di sini sejak tadi sore”, jawab Sari.
Kita pun keluar dengan mobilku, tak terasa sudah jam 1.00 malam. Kita pun kembali ke Villa perusahaan.

Setelah sampai, aku memberanikan diri menggandeng seketarisku yang genit itu, kita menyusuri lorong kamar-kamar karyawan. Dan akhirnya tiba di depan pintu kamar Sari.
“Pak, malam ini mau nggak bapak nemanin saya.. soalnya Sari takut kalau tidur sendirian”, kata Sari.
“Tapi kamu kan bisa minta ditemanin sama karyawan cewek yang lain”, jawabku, tapi dalam hatiku berharap agar Sari memaksaku untuk menemaninya malam ini, yang sebenarnya sangat kuharap-harapkan.
“Mana ada yang mau Pak? Orang sudah pada tidur semua, lagipula mereka kan sudah ada yang menemani malam ini”, desak Sari.
Memang sih pada acara tahunan kali ini karyawan perempuan yang masih single dan ikut ke acara tersebut hanya Sari, sedangkan karyawan yang lain sudah membawa pasangannya sendiri-sendiri.
“Tapi nanti jam 7.00 pagi kamu bangunin Bapak yah. Soalnya kalau ketahuan karyawan yang lain kan nggak enak kita, apalagi bapak kan atasan mereka”, jawabku.

Akupun masuk mengikuti Sari, tapi sebelumnya aku minta izin pada Sari untuk ganti baju tidur dulu di kamarku. Pertama kali sangat canggung dan hanya berbincang-bincang saja di kamar. Ketika tiba saat untuk tidur, aku bermaksud tidur di sofa. Aku merasa harus menghargainya, toh kami belum menikah. Namun ia menarikku ke tempat tidur.
“Kita tidur pelukan boleh kan Pak, asal nggak lebih dari itu”, katanya manja.
Aku menuruti kemauannya dengan kikuk. Beberapa menit kami berbaring diam dalam satu selimut. Sari hanya mengenakan t-shirt tipis dan kain sarung, begitu juga aku. Saat kulit kami bersentuhan, jantungku berdesir. Tanpa terasa pipi kami saling menempel. Udara dingin membuat ia mengetatkan pelukannya dan akhirnya bibir kami saling berpagut. Awalnya sangat canggung, namun tak lama gerakan kami menjadi lebih luwes dan lidah kami pun saling bergulung. Ciuman yang ketat membuatku kehilangan kendali, lalu tanganku menjadi liar meraba ke payudaranya. Nafas Sari pun semakin memburu.

Lalu aku berusaha melucuti t-shirtnya. Sari tidak menolak, bahkan tangannya juga berusaha melucuti bajuku. Dengan satu sentakan kutarik BH-nya sehingga kulihat tubuhnya yang indah itu hanya berbalut celana dalam tipis. Aku menikmati beberapa saat pemandangan itu, Sari yang berbaring telentang, dengan pandangan mata yang sulit kulupakan. Lalu kucium lagi bibirnya perlahan. Sari mengerang perlahan, “Ooohhh..”, bibirnya setengah terbuka dan basah sangat membuatku terangsang. Lalu tanganku mulai bermain di payudaranya, membuat ia makin menggelinjang. Ketika tanganku kuturunkan hingga mencapai gundukan kewanitaannya dan bibirku meluncur mengulum puting susunya, tiba-tiba ia mendorongku dengan keras. Lalu tangannya bergerak cepat menarik celanaku sambil berdesah, “Pak, buka celananya..” Dengan satu gerakan aku melepas celana dalam, dan ia melakukan hal yang sama. Kini dapat kulihat tubuh indah itu tanpa penghalang apapun.

Sari menarikku ke dalam pelukannya dan kami kembali bercumbu dengan hangatnya. Aku menyisir seluruh tubuhnya dengan bibirku. Mulai dari ubun-ubunnya, turun ke bibirnya, lalu ke lehernya yang jenjang. Sari berbaring telentang dengan kedua pahanya yang putih dibuka lebar, sementara aku menindih dan mengulum bibir dan lehernya, batang kemaluanku yang telah keras dan liang senggamanya yang terasa basah tanpa sengaja bersentuhan. Betapa nikmatnya. Lalu aku mulai menyisir ke payudaranya dan mulai mengulum puting payudaranya yang mengeras. Aku jilati puting susunya dan melingkari areolanya, membuat Sari menggelinjang dengan hebat sambil merintih keras, “Aduh.. nikmat.. Pak.. teruss.. ooohh..” Karena posisiku agak merendah ke bawah maka aku dapat merasakan kehangatan liang kewanitaannya yang basah di perutku.

Sari terus merintih sambil sesekali pahanya yang jenjang menghentak naik turun di atas pinggangku, sementara pelukannya semakin erat. Lalu ia menarik tubuhku ke atas hingga bibir kami kembali berpagut. Sambil tersengal ia mendesah dengan penuh birahi, “Pak, Sari pingin disentuh dengan punya bapak..” Aku mengerti yang ia inginkan. Aku lalu mulai menggesek-gesekkan batang kemaluanku ke liang kenikmatannya. Liang senggamanya terasa makin membanjir dan terbuka. Aku terus menggesek dan menyibak labia mayoranya dan merasakan klitorisnya yang semakin membengkak. Sari menggoyangkan pinggulnya dengan kencang sambil merintih, “Teruus.. Pak.. nik.. matt…, ooohhh..” Tangannya memeluk kencang di bahuku dan kukunya membenam di kulitku hingga membuatku sedikit perih. Namun rasa perih itu terkalahkan oleh buaian kenikmatan yang luar biasa. Gerakan itu semakin kencang dan aku sudah tidak tahan untuk segera memasuki tubuhnya.

Aku berhenti menggesek klitorisnya dan mulai mencari jalan untuk memasuki lubang kemaluannya yang sudah banjir oleh cairan kewanitaannya. Aku menatap Sari sebentar dan menemukan hasrat yang sama di matanya. Dengan perlahan tangannya membimbingku memasuki lubang kenikmatannya. Dengan satu dorongan pelan aku mulai memasuki tubuhnya, sedikit demi sedikit. Aku tahu ia sedikit kesakitan, karena ini pertama kali baginya, namun kebasahannya sangat membantu batang kemaluanku menemukan jalannya. Ketika batang kemaluanku hampir separuh masuk dalam liang kenikmatannya, tangannya memelukku dengan amat keras dan tubuhnya bergetar hebat. Aku merasakan cairan lebih banyak lagi membanjiri kemaluannya dan dengan satu dorongan aku menusuk hingga bagian terdalam dari kemaluannya. Tubuhnya menggigil dan mulutnya meracau, “Eeeenak.. Pak.. ooohh.. tekan yang.. dalaam.. ooohh..” ketika aku mulai menggerakkan batang kemaluanku naik turun. Pada setiap gerakan menusuk aku menekan dengan begitu dalam. Sari menggoyangkan pinggulnya, kedua kakinya menjepit pinggulku begitu keras.

Aku akhirnya tak tahan lagi dan merasa sudah hampir tiba waktunya. Pada gerakanku yang terakhir, aku merasakan seluruh tubuhnya menggeletar, menyambut spermaku yang memenuhi rongga kewanitaannya saat ejakulasi. Kukunya makin dalam terbenam di punggungku dalam satu pelukan yang ketat dan tubuh kami sama-sama menggeletar. Untuk beberapa saat hanya kenikmatan tiada tara yang kami rasakan dan entah berapa lama kami terus berpelukan menikmati keindahan itu dengan mata terpejam, dengan batang kemaluanku tetap kubiarkan di dalam liang kenikmatannya. Ketika getar-getar keindahan itu akhirnya harus berakhir, aku membuka mata dan melihat Sari yang masih tetap terpejam dengan wajahnya yang penuh keringat. Betapa cantiknya melihat dia dalam keadaan sesudah orgasme. Lalu ia membuka matanya dan tersenyum lembut melihatku sedang memandanginya. Kucium lembut bibirnya dan kami berbaring berpelukan. Kami tahu malam masih panjang dan kami tak akan menyia-nyiakan kesempatan indah itu untuk menikmatinya bersama-sama.

Itulah kisah perselingkuhanku dengan Sari, sekretarisku yang cantik dan genit dan acara kucing-kucingan itu berlangsung hingga kini.

Setelah acara selesai aku pulang ke rumah dan mendengar suara atau hal-hal yang tidak enak dari para tetangga tentang istriku. Tapi aku saat itu belum mau percaya begitu saja dengan cerita jelek yang beredar di daerahku itu, sampai sahabatku sendiri yang mengatakannya padaku. Barulah aku mempercayai cerita tersebut.

Selama tiga hari aku tidak mau bicara dengan istriku, sikapnya padaku yang kurasakan sepertinya agak beda semenjak aku datang dari acara tahunan yang diadakan perusahaanku itu.
“Yang.. kamu kenapa sih?” kenapa kamu diam saja.. kenapa kamu diamkan aku? Apa salahku?” Tanya Yenni, istriku pura-pura tidak mengerti duduk persoalannya.
Ditanya seperti itu aku masih tetap diam tidak mau bicara, sikap Yenni semakin merajuk saja. Dia mencoba untuk melemahkan emosi jiwaku, Yenni memang paling pandai dalam hal menundukkan emosiku. Sehingga aku selalu saja kalah olehnya, apakah karena aku terlalu mencintainya? sehingga diriku begitu lemah terhadapnya.

“Jika Yayang selalu diam begini, aku sebaiknya pergi saja dari rumah ini! Percuma punya suami juga, selalu mendiamkan aku tanpa tahu persoalannya!” kata Yenni dengan suara yang ketus dan tajam. Aku kaget dengan kata-katanya itu, maka kutarik lengannya ketika dia hendak melangkah keluar.
“Katakan! Siapa lelaki yang pernah ke mari sewaktu aku sedang di luar kota kemarin?!” tanyaku sambil mencengkeram lengannya lebih erat lagi.
“Siapa yang Yayang maksud? Aku benar-benar tidak mengerti?” ujarnya mencoba mengelak.
“Jangan pura-pura lagi, Yenni! Aku sudah tahu semuanya. Sewaktu aku tidak ada, rumah ini kedatangan tamu kan?” gertakku.
“Memang benar Yang, Tapi mereka itu teman Mamaku. Lagi pula, nggak mungkin aku berani mengkhianati kamu Yang!” ujar Yenni sambil matanya melotot tajam ke arahku.
“Kamu berani untuk di sumpah?” tanyaku lagi.
“Aku berani di sumpah dengan cara apa saja, Yang! Karena aku tidak merasa bersalah!”

Kata-katanya cukup tandas dan tajam. Dia seolah-olah tidak menerima kutuduh begitu, aku sendiri akhirnya tidak bisa berbuat banyak. Karena menuduh tanpa bukti itu sama halnya dengan memfitnah, lagi pula setelah aku pikir apapun yang dilakukan istriku ini tidak mungkin kalau Yenni berani berbuat seperti itu kecuali semua ini memang kelakuan dari mertuaku itu. Apalagi saat itu Yenni menangis pilu dan aku merasa tidak tega melihatnya sebab bagaimanapun juga aku masih begitu mencintainya.

“Maafkan aku Sayang. Aku telah menuduh yang tidak-tidak padamu, aku percaya kok kalau kamu masih mencintaiku dan setia padaku”, Kataku sambil memeluk tubuh istriku dengan lembut dan mesra. Dan suasana yang tadinya tegang telah berubah menjadi suasana yang begitu romantis, apalagi aku sudah lama tidak merasakan cumbuan permainannya, dan saat itu Yenni istriku begitu erat mendekapku seakan tidak mau terpisah dariku lagi. Kurebahkan tubuh istriku di atas ranjang, kubiarkan dia terbaring dengan bebas.

Aku berdiri sejenak memandanginya, ada getar aneh menjalari sekujur tubuhku saat itu. Yenni tersenyum penuh arti padaku, dia memang mengerti apa yang aku butuhkan saat ini. Benar-benar menggairahkan dan penuh daya tarik tersendiri tubuh istriku. Ia begitu menantang dan pasrah. Buah dadanya yang masih dilapisi gaun tidur itu membusung, laksana bukit salju yang lembut, kulitnya bersih dan mulus. Pinggulnya padat dan berisi. Kedua pahanya juga putih, laksana kain sutra kalau di sentuh. Segera saja aku melepaskan semua pakaianku dan langsung naik ke atas ranjang. Rasanya saat itu kami seperti berada di malam pengantin saja, begitu mesra dan romantis.

Kemudian aku duduk di pinggir kasur sambil mendekap tubuh istriku. Sungguh lembut tubuh mungil istriku. Kupeluk dengan gemas sambil kulumat mesra bibir ranumnya. Tanganku meraba seluruh tubuhnya. Sambil memegang puting susunya, kuremas-remas buah dada yang kenyal itu. Kuusap-usap dan kuremas-remas. Nafsuku terangsang semakin hebat. Batang kemaluanku menyentuh pinggang istriku. Kudekatkan batang kemaluanku ke tangan istriku. Digenggamnya batang kemaluanku erat-erat lalu diusap-usapnya. Tanganku terus mengusap perutnya hingga ke celah selangkangannya. Terasa berlendir basah di kemaluannya. Aku beralih dengan posisi 69.

Aku mulai mendekap tubuhnya sehingga seluruh badannya menekan tubuhku, dan Yenni mengarahkan liang kewanitaannya yang terbuka ke wajahku. Dapat kulihat liang kewanitaannya yang kemerahan yang tidak dihiasi oleh sehelai bulupun, bersih. Yenni menaikkan pantatnya sedikit, sehingga makin jelas terlihat liang kewanitaannya, aku tahu maksudnya dengan perlahan kutempelkan wajahku ke liang kewanitaannya, kuciumi bibir luarnya, dia sedikit menggelinjang tapi tetap menghisap dan menjilat batang kemaluanku, dapat kuhirup aroma yang keluar dari liang kewanitaannya tersebut bau yang khas.

Aku jilati seputar bibir luarnya, Yenni semakin melengkungkan tubuhnya ke belakang, sehingga terbenamlah wajahku di liang kewanitaannya. Aku mengatur nafas, kubuka bibir luarnya dengan jari tanganku, kumasukkan lidahku ke dalam liang kewanitaannya dan kumainkan lidahku di dalamnya, Yenni menggelinjang kuat, “Eeeggghh.. shhh.. aaachh.. terusin Yang”. Kukecup dan kutarik klitorisnya dengan lidah dan bibirku, dapat kurasakan cairan wanitanya sudah mulai membasahi liang kewanitaannya, Yenni mengejang saat kuhisap liang kewanitaannya yang sudah basah. Kujilat bibir kemaluannya dan kupilin-pilin klitorisnya.

“Ohhh.. arggghh.. ohhh.. terusin Yang.. ohhh.. arggghh”. Dan aku merasakan batang kemaluanku digigit dengan kedua bibirnya. “Eeggghh.. sshhh… Sayang”. Aku pun menggeliat, Yenni melepaskan batang kemaluanku dari mulutnya, mengangkat dan memutar badannya, menciumi bibirku dengan panas dan nafas terengah-engah.

Kemudian Yenni jongkok menghadapku persis di atas batang kemaluanku yang terlihat mengkilap basah, dipegangnya batang kemaluanku dan Yenni mulai menurunkan posisi jongkoknya dengan menuntun batang kemaluanku masuk perlahan ke dalam liang kewanitaannya, “Bleesss..” “Aaahhh.. ggghh!” kami berdua bersamaan mengerang. Yenni mulai menggerakkan pinggulnya naik turun, liang kewanitaannya sangat banyak berair, sampai berbunyi, “Plok.. plok.. cipak.. plok..” sesekali dia menggelinjang dan meletakkan tangannya ke belakang memegang kedua pahaku, diputarnya pinggulnya ke kiri dan ke kanan, kali ini giliranku yang menggeliat, kutarik tangannya ke bawah sehingga dia terkelungkup kuciumi bibirnya dengan hangat Yenni membalas, kupeluk badannya dan Yenni sekali lagi memutar-mutar pinggulnya.

“Shhh.. gghhh..” aku kembali mengerang. “Enak, Yang..” bisiknya. Aku tak menjawab dan langsung kuciumi bibirnya sementara tanganku mencoba untuk melepaskan gaun tidurnya, Yenni membantuku, dia bangun dan melepaskannya. Kulihat payudaranya, aku mulai merabanya, meremasnya, kuhisap puting payudara kanannya. ” Ohhh.. arghah.. aaah.. ahhh.. oh Yang terusin.. ohhh.. aghhh..” Yenni mendesah dan mempercepat gerakan pinggulnya naik turun kiri kanan. Puting payudaranya yang merekah itu kujilat berulangkali sambil kugigit perlahan-lahan. Puting susunya terlihat berair karena liur hisapanku tadi. Kuperkuat remasanku di payudaranya, Yenni merebahkan badannya dengan tetap menggerakkan pinggulnya dan kubalas dengan gerakan menusuk dari bawah.

“Aaahh.. Yang.. terusin, Yang.. shshsh…” desah Yenni menggeliat. Aku tak peduli, kujilati dan kugigit putingnya yang sudah dekat dengan wajahku, Yenni kembali mendesah dengan cepat mengikuti irama goyangan pinggulnya dan tusukan batang kemaluanku, “Aaahhh… ahhh… eeghh…” Aku merasakan ada sesuatu yang siap keluar dari dalam batang kemaluanku, kupercepat gerakan batang kemaluanku dalam liang kewanitaannya, badan Yenni mulai mengejang kuat seiring kubangunkan badannya sambil meremas kedua payudaranya. Yenni juga mempercepat gerakan pinggulnya, sementara aku merasakan bahwa air maniku sudah tak tertahankan lagi, dengan hitungan sepersekian detik, kulepaskan batang kemaluanku dari dalam liang kewanitaannya. Yenni kaget dan keluarlah cipratan pertama yang diiringi oleh luberan air maniku yang selama hampir dua minggu kupendam.

Yenni terperangah, kemudian dia mencubit perutku.
“Kok, nggak bilang-bilang?!” aku tersenyum malu, kemudian dia menguatkan cubitannya.
“Aku kan juga hampir sampai, kenapa nggak dikeluarin di dalam aja?” dengan tampang innocent.
Aku meringis menahan sakit, “Sorry Yang katanya kamu lagi KB…” jawabku enteng sambil membersihkan sisa-sisa air mani dari tubuhku.
Yenni mulai memperlihatkan cemberutnya ketika dia melihat juniorku yang lunglai. Aku melirik ke arah jam dinding dan tersenyum sambil merebahkan kepalaku ke bantal yang empuk, Yenni keheranan tapi kembali cemberut.

“Curang.. mentang-mentang udah enak trus nyantai gitu, aku gimana dong? masih tanggung nih!” dengan nada kesal-kesal manja. Kemudian kutarik badannya untuk rebahan di sebelahku. Kuambil tangannya lalu kebelaikan perlahan di sekitar daerah batang kemaluanku, mulai dari paha, memutar ke bagian bawah perut sambil memainkan bulu kemaluanku, ke paha sebelahnya, kemudian kedua biji pelirku, batang kemaluanku dan balik lagi ke paha yang pertama. Yenni heran tapi setelah dua kali kuulang kulepas tanganku dan dia mulai memainkan tangannya sendiri mengikuti gerakan yang baru saja kuajarkan.

Tak beberapa lama batang kemaluanku mulai bergerak dan semakin halus gerakan tangan Yenni, batang kemaluanku juga semakin menegang. Yenni melemparkan senyum nakalnya padaku, aku balas senyumannya dan Yenni terlihat kembali bersemangat ketika melihat batang kemaluanku sudah berdiri tegak, dia bangkit dari rebahannya dan mulai menggenggam batang kemaluanku, diusap-usapnya perlahan dan semakin lama semakin kuat. “Cihuuii!” teriakan kecilnya membuatku tertawa.

Yenni mulai bangun dan bersiap untuk menaiki tubuhku lagi, tetapi aku cepat-cepat menghadangnya dengan membangunkan badanku dan menghempaskan tubuhnya ke kasur, Yenni kembali keheranan tapi tak lama kemudian ia tersenyum begitu aku meregangkan kedua kakinya dan mulai meraba daerah liang kewanitaannya yang tak dihiasi selembar bulu. “Sudah siap ronde kedua?” tanyaku sambil mengambil posisi di hadapannya, belum sempat Yenni menganggukkan kepalanya, kepala batang kemaluanku sudah menusuk liang kewanitaannya “Eghkhkshsh..!” Yenni mendesah berat dan badannya menggelinjang hebat. Kubenamkan terus batang kemaluanku sampai habis ke dalam liang kewanitaannya, Yenni terus menggelinjang. “Shshsh.. terushin.. Yang..” desahnya. Kutarik batang kemaluanku keluar sampai habis dan kubenamkan lagi ke dalam liang kewanitaannya dengan cepat, Yenni terbelalak, “Aakkkhh…” kali ini suaranya tak tertahankan.

Sayup-sayup kudengar suara wanita cekikikan dari luar kamar tapi tak kuperdulikan. Kembali kutarik batang kemaluanku dan kubenamkan lagi, lalu kukocokkan batang kemaluanku keluar masuk di dalam liang kewanitaannya yang mulai melebar dan basah, nafas Yenni mulai terengah-engah mengikuti gerakan batang kemaluanku. “Enaak.. lagii.. masukin semuaa.. tekan dong.. bagian kiri yang ditekan… aahh… laaggii.. tekann.. ahh…” dengan mata merem melek keasyikan, selang beberapa lama kutarik batang kemaluanku keluar dan kuangkat kedua kakinya ke atas dan kusandarkan di dadaku, Yenni membuka matanya yang terpejam. Belum sempat ia berpikir, kembali kubenamkan batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya yang menyempit.

“Aaakkhh.. shhh…” aku menyeringai sementara Yenni mendesiskan nafasnya seperti menahan sakit, tapi tak lama nafasnya kembali terengah seiring kocokan batang kemaluanku dalam liang kewanitaannya. Kembali kudengar suara wanita cekikikan, tapi aku tetap tak perduli. Aku masih tetap mempertahankan irama kocokan batang kemaluanku, tak beberapa lama kupalingkan penglihatankan ke jendela kamar yang mengarah ke balkon luar, walau tertutup tirai tapi aku dapat melihat bayangan kepala orang di luar sana. Aku terkaget. “Gila! ternyata permainan seks-ku dengan Yenni diintip mertuaku sendiri”, pikirku dalam hati. Perasaan kaget coba kuhilangkan dengan menarik batang kemaluanku dan membalikkan badan Yenni yang mulai terasa berat kelelahan.

Aku bangun dari tempat tidur dan kutarik pinggulnya ke atas, Yenni menolehkan kepalanya ke belakang, aku meraba liang kewanitaannya yang sudah sangat basah, dia melemparkan senyum malasnya, tak lama kutuntun batang kemaluanku ke liang kewanitaannya melalui daerah bokongnya yang tak begitu besar. Setelah merasakan pas di depan lubang kenikmatannya tanpa permisi kubenamkan batang kemaluanku dalam-dalam sampai habis tak terlihat. “Eenggkk.. ssshh.. aakhkh !” kami sama-sama mendesah. Badan Yenni kembali menggelinjang hebat dan nyaris melepaskan batang kemaluanku dari dalam liang kewanitaannya, kutahan pinggulnya dengan kedua tanganku, kupegang erat pinggulnya, dan tak lama kukocok batang kemaluanku di dalam liang kewanitaannya keluar masuk, terdengar suara yang khas ketika bokongnya beradu dengan perutku. Aku semakin menikmati permainan ini.

“Akh.. egkh.. sshsh.. aagkh..” nafas kami bersahutan mengikuti irama kocokan batang kemaluanku, tapi suara Yenni mulai mengeras “Eeggh.. .Aaakkkh.. teerrus Yang.. teerruss…” kupercepat kocokan batang kemaluanku sehingga menimbulkan suara gesekan perut dan bokong yang semakin cepat. Tak lama kemudian Yenni mendesah panjang, “Ssshh.. aaakkhh.. eegghhm.. ohhh.. augh.. Yang.. Yenni mau keeellluuaarrr…”. Tiba-tiba liang kewanitaannya seperti menghisap-hisap batang kemaluanku dan akhirnya, “Crooottt.. crotttt.. crotttt.. crot” aku bisa merasakan klimaksnya tapi aku tetap menusukkan batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya. Tangan Yenni kelihatan sudah tidak dapat menahan badannya, kepalanya jatuh lunglai sesaat, dia menoleh ke belakang menatapku dan tersenyum manis seakan memberi tanda kepuasan. Kubalas senyumnya dan kuperlambat gerakan batang kemaluanku dan Yenni mengikuti gerakan batang kemaluanku dengan memutarkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan.

“Uuugh… eegkh…” aku menyeringai, batang kemaluanku terasa sedikit ngilu.
“Kenapa, enak ya?” candanya sambil terus memutar pinggulnya perlahan sementara batang kemaluanku yang masih tertancap dalam liang senggamanya yang sangat basah. “Uugghmm.. sshhshh.. aaakgh..” Yenni mendesah keenakan menikmati permainannya sendiri. Rupanya ia ingin menikmati klimaksnya lebih lama dengan memutar-mutar batang kemaluanku di dalam liang kenikmatannya yang sedikit melebar dan basah. Lalu kukecup bibirnya, ia pun membalasnya sambil berbisik, “Kamu hebat deh Yang…” Senyum manis menghiasi wajahnya yang bersemu merah, pertanda ia telah mengalami orgasme yang hebat. Kami pun tidur berdekapan sampai pagi.

Begitulah, kami sebenarnya hidup dalam rumah tangga yang rukun dan romantis. Namun karena pengaruh ibunya Yenni (mertuaku red) cukup besar, maka rumah tangga kami sering goncang. Aku mencoba untuk dapat mempertahankan dan mengendalikan mahligai rumah tanggaku, berkali-kali aku bisa menyelamatkannya. Namun terpaan badai yang dihembuskan ibu mertuaku semakin kuat saja, sehingga aku tidak mampu lagi untuk menahannya. Akhirnya Yenni mengajukan gugatan cerai padaku.

Setelah menjalani sidang perceraianku dengan istriku yang berjalan begitu lama, karena memang aku masih mencintainya dan berharap Yenni kembali ke pelukanku. Tapi apa dayaku karena kenyataannya tidak seperti yang kuharapkan, setelah pembagian harta gono-gini. Aku sekarang sebatang kara dalam mengarungi hidup ini, setelah Yenni yang selama ini menjadi istriku telah tiada lagi di sisiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar